Upacara Ma' Nene
Upacara
mayat berjalan di Tana Toraja yang sekaligus menjadi budaya tersebut
dikenal dengan nama Ma' Nene. Upacara adat tersebut dilakukan dalam
rangka mengganti pakaian mayat para leluhur.
Terbilang unik dan khas, mengingat ritual Ma'nene dilakukan khusus
oleh masyarakat Baruppu, di pedalaman Toraja Utara. Ritual Ma'nene
dilakukan setiap tiga tahun sekali dan biasanya dilakukan pada bulan
Agustus.
Hal tersebut mengingat upacara Ma' Nene hanya boleh dilaksanakan setelah musim panen yakni yang jatuh pada bulan Agustus.
Masyarakat adat Toraja percaya jika ritual Ma' Nene tidak dilakukan
sebelum masa panen, maka akan sawah-sawah dan ladang mereka akan
mengalami kerusakan dengan banyaknya tikus dan ulat yang datang
tiba-tiba.
Sejarah Upacara Ma' Nene
Sejarah
ritual Ma'nene ini berawal dari seorang pemburu binatang bernama Pong
Rumasek, yang datang ke hutan pegunungan Balla. Saat itu, Pong menemukan
sebuah jasad manusia yang telah meninggal dunia dengan kondisi yang
cukup memprihatinkan. Oleh Pong, jasad itu dibawanya dan dikenakan
pakaian yang layak untuk dikuburkan di tempat aman.
Semenjak dari itu, Pong berturut-turut mendapatkan berkah. Tanaman
pertanian miliknya panen lebih cepat dari waktu biasanya. Saat dia
berburu pun, Pong kerap kali mendapatkan perburuannya dengan mudah. Dan
saat berburu di hutan, Pong sering bertemu dengan arwah yang dirawatnya
yang kemudian arwah tersebut ikut membantu dalam perburuan Pong sebagai
petunjuk jalannya.
Dengan adanya peristiwa tersebut, Pong beranggapan bahwa jasad orang
yang telah meninggal sekalipun harus tetap harus dirawat dan dihormati,
meskipun jasad tersebut sudah tidak berbentuk lagi.
Pong lalu mewariskan amanahnya kepada penduduk Baruppu. Dan oleh
penduduk Baruppu, amanah Pong tetap terjaga dengan terus dilaksanakannya
ritual Ma' Nene tersebut.
Rahasia Mayat Tidak Membusuk
Sementara
itu mayat-mayat utuh pertama kali ditemukan di sebuah gua di Desa
Sillanang. Saat ditemukan, mayat tersebut tidak busuk. Uniknya, mayat
utuh itu tidak dibalsem maupun diberi ramuan. Alami.
Menurut masyarakat setempat, kemungkinan ada semacam zat di gua itu yang khasiatnya bisa mengawetkan mayat manusia.
Prosesi Ma' Nene
Prosesi
Ma' Nene itu sendiri diawali dengan mengunjungi lokasi tempat
dimakamkan para leluhur masyarakat setempat yakni di pekuburan Patane di
Lembang Paton, Kecamatan Sariale, ibu kota Kabupaten Toraja Utara,
seperti yang dilansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Rabu (3/7/2014).
Sebelum dibuka dan di angkat dari peti, para tetua yang biasa dikenal
dengan nama Ne' Tomina Lumba, membacakan doa dalam bahasa Toraja Kuno.
Setelah itu, mayat tersebut diangkat dan mulai dibersihkan dari atas
kepala hingga ujung kaki dengan menggunakan kuas atau kain bersih.
Setelah itu, barulah mayat tersebut dipakaikan baju yang baru dan
kemudian kembali dibaringkan di dalam peti tadi.
Selama prosesi tersebut, sebagian kaum lelaki membentuk lingkaran
menyanyikan lagu dan tarian yang melambangkan kesedihan. Lagu dan gerak
tarian tersebut guna untuk menyemangati para keluarga yang ditinggalkan.
Lebih lanjut, tradisi Ma' Nene erat kaitannya dengan konsep hidup
masyarakat Toraja bahwa leluhurnya yang suci berasal dari langit dan
bumi. Sehingga tak semestinya orang yang meninggal dunia, jasadnya
dikuburkan dalam tanah. Bagi mereka hal itu akan merusak kesucian bumi
yang berakibat pada kesuburan bumi.